TAKWA
Takwa menurut saya sangat penting dan dibutuhkan
dalam setiap kehidupan seorang muslim. Namun masih banyak yang belum mengetahui
hakekatnya. Setiap jum’at para khotib menyerukan takwa dan para makmum pun
mendengarnya berulang-ulang kali. Namun yang mereka dengar terkadang tidak
difahami dengan benar dan pas.
Takwa merupakan ikatan yang mengikat jiwa agar tidak
lepas control mengikuti keinginan dan hawa nafsunya. Dengan ketakwaan seseorang
dapat menjaga dan mengontrol etika dan budi pekertinya dalam detiap saat
kehidupannya karena ketakwaan pada hakekatnya adalah muroqabah dan berusaha
keras mencapai keridhoan Allah serta takut dari adzabNya.Sangat pas sekali
definisi para ulama yang menyatakan ketakwaan seorang hamba kepada Allah adalah
dengan menjadikan benteng perlindungan diantara dia dengan yang ditakuti dari
kemurkaan dan kemarahan Allah dengan melakukan ketaatan dan menjauhi
kemaksiatan.Berikut ini beberapa ungkapan para ulama salaf dalam menjelaskan
pengertian takwa:
1. Kholifah yang mulia Umar bin Al Khothob
pernah bertanya kepada Ubai bin Ka’ab tentang takwa. Ubai bertanya: Wahai
amirul mukminin, Apakah engkau pernah melewati jalanan penuh duri? Beliau
menjawab: Ya. Ubai berkata lagi: Apa yang engkau lakukan? Umar menjawab: Saya
teliti dengan seksama dan saya lihat tempat berpijak kedua telapak kakiku. Saya
majukan satu kaki dan mundurkan yang lainnya khawatir terkena duri. Ubai
menyatakan: Itulah takwa.
2. Kholifah Umar bin Al Khothob pernah
berkata: Tidak sampai seorang hamba kepada hakekat takwa hingga meninggalkan
keraguan yang ada dihatinya.
3. Kholifah Ali bin Abi Tholib pernah
ditanya tentang takwa, lalu beliau menjawab: Takut kepada Allah, beramal dengan
wahyu (Al Qur’an dan Sunnah) dan ridho dengan sedikit serta bersiap-siap untuk
menhadapi hari kiamat.
4. Sahabat Ibnu Abas menyatakan: Orang yang
bertakwa adalah orang yang takut dari Allah dan siksaanNya.
5. Tholq bin Habib
berkata: takwa adalah beramal ketaatan kepada Allah diatas cahaya dari Allah
karena mengharap pahalaNya dan meninggalkan kemaksiatan diatas cahaya dari
Allah karena takut siksaanNya
6. ibnu Mas’ud
menafsirkan firman Allah: اتَّقُواْ اللَّهَ
حَقَّ تُقَاتِهِ dengan menyatakan: Taat tanpa
bermaksiat dan ingat Allah tanpa melupakannya dan bersyukur.Takwa ada dikalbu.Takwa adalah amalan
hati (kalbu) dan tempatnya di kalbu, dengan dasar firman Allah Ta’ala:Demikianlah
(perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka
sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati. (QS. 22:32) . dalam ayat ini
takwa di sandarkan kepada hati, karena hakekat takwa ada dihati. Demikian juga
firman Allah:Sesungguhnya orang-orang yang merendahkan suaranya di sisi
Rasulullah mereka itulah orang-orang yang telah diuji hati mereka oleh Allah
untuk bertaqwa. (QS. 49:3)
Sedangkan dalil dari hadits
Nabi n tentang hal ini adalah sabda beliau: التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا التَّقْوَى هَهُنَا ويُشِيْرُ إِلَى
صَدْرِهِ [ثَلاَثَ مَرَّاتٍ] بِحَسْبِ امْرِىءٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ اْلمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُّهُ
وَعِرْضُهُ Takwa itu disini! Takwa itu disini! Takwa itu disini! –dan
beliau mengisyaratkan ke dadanya (Tiga kali). Cukuplah bagi seorang telah
berbuat jelek dengan merendahkan saudara muslimnya. Setiap muslim diharamkan
atas muslim lainnya dalam darah, kehormatan dan hartanya. (HR Al Bukhori dan
Muslim ). Juga hadits Qudsi yang masyhur dan panjang dari sahabat Abu Dzar.
Diantara isinya adalah:يَا عِبَادِي
لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى
قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِي مُلْكِي شَيْئًا Wahai
hambaKu, seandainya seluruh kalian yang terdahulu dan yang akan datang, manusia
dan jin seluruhnya berada pada ketakwaan hati seorang dari kalian tentulah
tidak menambah hal itu sedikitpun dari kekuasaanKu. (HR Muslim)Dalam hadits ini
ketakwaan disandarkan kepada tempatnya yaitu kalbu. Namun walaupun ketakwaan
adalah amalan hati dan adanya dihati, tetap saja harus dibuktikan dan
dinyatakan dengan amalan anggota tubuh. Siapa yang mengklaim bertakwa sedangkan
amalannya menyelisihi perkataannya maka ia telah berdusta.Ketakwaan ini
berbeda-beda sesuai kemampuan yang dimiliki setiap individu, sebagaimana firman
Allah :فاتّقوا
اللّهَ ما استَطَعتُمBertakwalah kepada Allah semampu kalian.Mudah-mudahan
Allah memberikan kepada kita ketakwaan yang sempurna.
A.
Pengertian Taqwa
Secara etimologis , kata “taqwa” berasal dari bahasa arab
taqwa. Kata taqwa memiliki kata dasar waqa yang berarti menjaga, melindungi,
hati-hati, waspada, memerhatiakn, dan menjauhi. Adapun secara terminologis,
kata “taqwa” berarti menjalankan apa yang diperintahankan oleh Allah dan
menjauhi segala apa yang dilarang-Nya.
Para penerjemah Al-Qur’an mengartikan “taqwa” sebagai
kepatuhan, kesalihan, kelurusan, perilaku baik, teguh melawan kejahatan, dan
takut kepada Tuhan.Allah swt berfirman:
(Q.S.Ali
Imran [3]:102)
Artinya
: Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar
taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.
B.
Makna Taqwa
Dalam Al-Quran hanya terdapat satu ayat yang secara
eksplisit menyebut kata haqiq (haqiqat), tapi ada 227 ayat yang tafsirnya lain,
akan tetapi memiliki hakikat yang sama dengan hakikat. Diantaranya :
1.
“Wahai orang-orang beriman,
bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya taqwa kepada-Nya; dan jangan
sekali-kali kamu mati, melainkan dalam keadaan beragama islam” (Q.S. Ali Imran
102).
2.
“Apa yang telah kami ciptakan itulah
yang benar, yang datang dari tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang
yang ragu-ragu” (Q.S. 3:60).
3.
“Sesungguhnya manusia betul-betul
berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, dan
saling menasehati tentang haq (kebenaran) dan kesabaran”. (Q.S. Al-‘Ashri :
1-3).
Mayoritas ulama tafsir berpendapat, ayat pertama di atas
mansukh (dihapus), atau tabdil (hukumnya diubah) dengan ayat “fattaqullah
mastatha’tum” (bertaqwalah kepada Allah sesuai kesanggupanmu) (Q.S.
Al-Taghabun: 16).
Pada mulanya, ketika ayat di atas (hakikat taqwa) turun,
banyak diantara para sahabat yang gelisah, karena hakikat berarti taat yang
terus menerus, tidak pernah mendurhakai, syukur secara terus menerus dan tidak
pernah mengingkari, mengingat terus dan tidak pernah melupakan-Nya. Kemudian
sahabat itu berkata, tidak mungkin seorang hamba mampu bertaqwa dengan
sebenar-benarnya taqwa (hakikatnya) sesuai bunyi ayat di atas.
C.
Tiga Tingkatan Pribadi Muslim
1.
Disebut Islam (Muslim), yaitu baru
tingkat penyerahan diri kepada Tuhan. Misalnya sholat, maka ia akan melakukan
dalam kondisi yang formal dan tidak membantah.
2.
Disebut Iman (Mukmin), yaitu apabila
yang dilakukan dan diucapkan tergurat sampai kedalam hati dan tidak puas,
karena baru sebatas menjalankan rukun islam.
3.
Disebut Ihsan (Muhsin), tingkatan
ini adalah tingkatan kepastian dan kesadaran batin, yaitu dalam menyembah Allah
seolah-olah melihat-Nya. (H.R. Muslim).
Dari tiga tahap tersebut, maka tahapan ketigalah yang
tertinggi, karena telah terbuka kesadarannya (tabir ma’rifat). Selanjutnya
menjadikan dirinya sebagai batas tertinggi dalam merealisasikan perintah pada
awal waktu, dan terpelihara dari segala yang dilarang (termasuk makruh
sekalipun). Jadi, seorang muslim yang berlatih meningkatkan kadar keislamannya
dri tahap ke tahap, maka ia termasuk yang berlayar di atas perahu ke tingkat
taqwa. Artinya mukmin yang tidak pernah naik ke kelas yang lebih tinggi, ialah
kelompok yang hanya melaksanakan sebagian perintah, ala kadarnya dan selalu
dipenghujung waktu. Kelompok seperti inilah yang masih jauh dari hakikat taqwa.
D.
Ciri-Ciri Orang Bertaqwa
Dalam Al-Quran banyak disebutkan ciri-ciri orang yang
bertaqwa. Ciri utama orang yang bertaqwa ialah, “yaitu orang-orang yang
menafkahkan (hartanya) baik diwaktu lapang maupun sempit, orang-orang yang
menahan amarahnya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain, Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan” (Q.S. Ali Imran: 134).
Ayat di atas menyatakan orang yang bertaqwa dan mulia, minimal mempunyai lima
syarat:
1.
Bersadaqah dalam kondisi apapun yang
dialami, baik lapang ataupun sempit, merugi atau beruntung.
2.
Siap menahan amarahnya. Yakni,
hamper-hampir tidak pernah marah dan kalu terpaksa marah cepat sekali berhenti.
3.
Memaafkan kesalahan orang adalah
baik, tapi tidaklah sempurna tanpa disertai memperlihatkan kebaikan, misalnya
dengan mencarikan solusi.
4.
Sesudah memperlihatkan kebaikan dan
mencarikan solusi, tidaklah sempurna tanpa mencintainya. Yakni berubah
mencintainya, sekalipun pernah bermusuhan.
5.
Mencintainya tidaklah sempurna,
tanpa memperlakukan seperti mencintai dirinya sendiri. Artinya, cinta yang
diperlihatkan cinta sejati. Dan itulah yang dapat mencabut total akar
permusuhan.
E.
Hati Yang Bersih Sebagai Penyempurna
Taqwa
Begitu banyak orang yang melakukan sholat, puasa, zakat,
haji, dan ibadah yang lain, tetapi kenyataannya mereka masih saja melakukan
hal-hal tercela,seperti menghian orang orang lain, menggunjing, dan memfitnah.
Anehnya, mereka seakan-akan tidak merasa berdosa dengan melakukan hal itu.
Kenapa bisa terjadi seperti itu?
Orang yang bertaqwa tidak otomatis terbebas dari kesalahan
dan dosa , apalagi orang yang hanya bertaqwa secara lisan . Taqwa yang
sebenarnya ada dalam hati dan tindakan,bukan dalam lisan dan penampilan .Orang
yang memakai peci, sorban, sarung, atau jilbab, belum tentu hatinya benar-benar
bertaqwa kepada Allah.
§ Apa yang harus kita lakukan agar menjadi orang yang
benar-benar bertaqwa kepada Allah?
Modal
Utama yang harus kita miliki adalah ilmu. Sebab dengan ilmu kita dapat
mengetahui dan memahami segala perintah Allah dan laranagan-Nya.
§ Bagaimana kita dapat melaksanakan perintah Allah, sementara
kita tidak mengetahui apa saja yang diperintahkannya?
Karena
itulah mencari ilmu sangat dianjurkan, bahkan diwajibkan dalam Islam. Dengan
ilmu, kita bisa mengetahui apa yang wajib kita kerjakan dan yang wajib kita
tinggalkan.Ibadah yang dilakukan tanpa ilmu takkan berarti apa-apa.
F.
Salah Satu Bentuk Taqwa
Sesungguhnya kenikmatan Allah kepada kita sangat banyak.
Oleh karena itu, kita wajib bersyukur dengan sebenar-benarnya atas semua
kenikmatan itu. Yaitu bersyukur dengan hati, lisan dan anggota badan. Bersyukur
dengan hati, yaitu dengan mengakui bahwa kenikmatan itu datang dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Bersyukur dengan lisan, yaitu dengan memuji Allah dan
menyebut-nyebut kenikmatan tersebut, jika tidak dikhawatirkan hasad. Dan
bersyukur dengan anggota badan, yaitu menggunakan anggota badan kita ini untuk
taat kepada-Nya, dengan bertakwa kepada-Nya secara sebenar-benarnya. Takwa ini
merupakan perintah Allah kepada seluruh manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman :
Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari
yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan isterinya; dan daripada keduanya
Allah memperkembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya, kamu saling
meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Q.s. an Nisaa`: 1).
Keutamaan
takwa sangat sering kita dengar, antara lain firman Allah:
Barangsiapa
bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. (Q.s. ath Thalaq: 2).
Juga
firman-Nya:
Dan
barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya
kemudahan dalam urusannya.
(Q.s. ath Thalaq: 4).
Dan
firman-Nya,
Dan
barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menutupi
kesalahan-kesalahannya, dan akan melipatgandakan pahala baginya. (Q.s. ath Thalaq: 5).
Kesimpulan
Ketaqwaan bermakna luas. Hal ini dapat diketahui dari
definisi para ulama yang menerangkan bahwa ketakwaan ialah upaya seorang hamba
membuat pelindung antara dirinya dengan sesuatu yang ia takuti. Dengan begitu,
seorang hamba yang ingin bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla, berarti ia ingin
membangun pelindung antara dirinya dari Allah Azza wa Jalla yang ia takuti
kemarahan dan kemurkaan-Nya, dengan melaksanakan amal ketaatan dan menjauhi
larangan-Nya.